sign of butterfly


akhlak dalam islam

Posted on Jumat, 11 Maret 2011 by maryphysics


~(‾⌣‾~) (~⌣‾)~~(⌣‾~) (~⌣‾)~


KATA PENGANTAR

            Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa  yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga makalah ini dapat kami selesaikan sesuai yang diharapkan.
Dalam  proses pembuatan makalah ini,  tentunya kami mendapatkan bimbingan, arahan, koreksi dan saran, untuk itu rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya  kami sampaikan kepada Bapak Muhammad Rif’at selaku dosen Pendidikan Agama Islam. Serta kepada semua pihak yang telah membantu baik itu berupa tenaga, pikiran, maupun dukungan sehingga terselesaikanlah makalah kami ini.
Makalah ini disusun dengan maksud dan harapan agar dapat dijadikan sebagai pedoman dalam melaksanakan kegiatan perkuliahan.
Kami sadar dalam penyusunan makalah kami ini banyak terdapat berbagai kekurangan dan lain sebagainya, sehingga kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat kami harapkan demi perbaikan dimasa yang akan datang.











                                                                      Banjarbaru, November 2010


                                                                               Tim Penyusun


BAB 1
PENDAHULUAN


1.1  Latar Belakang
 Setiap ibadah didalam Islam memiliki maksud dan tujuan yang ingin dicapai. Ada pesan moral yang ingin diraih dari setiap kebajikan yang dilakukan. Salat bertujuan menjauhkan pelakunya dari perbuatan keji dan mungkar. Zakat bermaksud mengentaskan kemiskinan dan berpesan “Jangan Anda tumpuk kekayaan!” Haji mengandung pesan agar umat Islam menguasai ilmu pengetahuan (al-hajju arafah). Demikian juga dengan ibadah puasa. Ia memiliki pesan moral: perhatikan orang-orang miskin! Puasa mengajak Anda untuk merasakan lapar yang biasa dirasakan orang-orang papah dan miskin ( Utriza,2010 ).
Pesan moral sesuai dengan misi kenabian, yaitu menyempurnakan akhlak. Rasulullah bersabda “Tidaklah aku diutus, kecuali untuk menyempurnakan kemulian akhlak.” Karena itu, tujuan ibadah dalam Islam adalah memperbaiki moralitas umatnya. Jika tujuan meningkatkan akhlak dari setiap ibadah tidak tercapai, maka sia-sialah ibadah tersebut. Betapa banyak orang yang berpuasa, tapi masih sering menipu dan merampas hak orang lain. Tidak sedikit mereka yang berpuasa, tetapi masih korupsi dan menyusahkan orang lain. “Berapa banyak orang yang puasa, tapi tidak bernilai apa-apa kecuali lapar dan haus,” demikian sabda Rasulullah (Utriza, 2010).

1.2  Tujuan Penulisan
Makalah kami ini dalam pencapaiannya mempunyai tujuan-tujuan yaitu sebagai berikut :
1.        Memberi pemahaman konsep lebih dalam mengenai ibadah dalam agama Islam.
2.        Mengetahui pesan moral yang terkandung dalam ibadah Islam


1.3  Metode Penulisan
Metode umum yang kami gunakan dalam penulisan makalah ini adalah studi pustaka atau literatur, yang merupakan metode penulisan dengan mencari data-data melalui pengkajian buku-buku yang berhubungan dengan Islam dan kebudayaannya.
Selain itu, kami juga menggunakan metode referensi dari internet. Menjelajah materi melalui dunia maya dengan berbagai sumber referensi.
Sehingga dalam penulisan makalah ini, lebih khusus kami mengaplikasikan metode penulisan dengan kajian pustaka dan menarik kesimpulan.

1.4  Manfaat Penulisan
Penyelesaian makalah kami ini diharapkan dapat memberikan manfaat penting yaitu sebagai pengetahuan bagi kita dan membuka wawasan kita untuk mengenal lebih jauh tentang Islam dan kebudayaan itu sendiri.
Selain itu, dengan adanya makalah ini dapat dijadikan dasar atau acuan untuk mengembangkan kebudayaan-kebudayaan menjadi lebih beragam namun tetap dalam konsep Islam.

1.5  Batasan Masalah
Makalah kami tersusun atas dasar batasan masalah yang terlingkup dalam satu bahasan. Adapun batasan masalah dalam makalah kami ini mencakup ibadah dalam agama Islam, serta mengetahui pesan moral dari ibadah itu sendiri.










BAB II
PEMBAHASAN

A.      PESAN MORAL IBADAH SHALAT
Shalat, merupakan perintah Allah yang sangat serius dalam segala urusannya. Mulai dari proses turun perintah akan-nya, peran-nya sebagai tiang penegak agama kita, prosesi persiapannya melalui wudhu yang sarat khasiat dan manfaat, sampai kepada semua bacaan dan gerakan di dalamnya yang bertabur kebaikan di dunia juga kebaikan di akhirat. Mi'raj-nya Rasulullah ke Sidratul Muntaha merupakan simbol dari mi'rajnya setiap pelaku shalat yang sukses melaksanakan shalat-nya dengan khusyu sehingga terbuka tabir antara Allah dengannya. Dan subhanallah, beruntunglah kita yang diberi kesempatan tanpa batas oleh Allah untuk mencoba ber-mi'raj kepadaNya dalam setiap hari yang kita lewati ( Nurfitri, 2010 ).
Adapun satu pendapat yang lainnya mengatakan bahwa shalat adalah ibadah yang pelaksanaannya membuahkan sifat keruhanian dalam diri pelakunya yang menjadikannya tercegah dari perbuatan keji dan munkar. Oleh karenanya, orang yang melaksanakan shalat, hati, pikiran, dan fisiknya menjadi bersih. Dengan demikian, shalat adalah cara untuk menggali potensi ruhaniah dalam rangka membersihkan diri dari sifat-sifat buruk dan tidak terpuji. jika telah mengerjakan shalat, maka tidak otomatis ia menjadi orang yang baik, sebab boleh jadi dampak dari potensi itu tidak muncul karena adanya hambatan-hambatan, seperti lemahnya penghayatan terhadap kehadiran Tuhan. Oleh karena itu, setiap pelaku shalat dituntut untuk selalu menghidupkan segala perilaku dan bacaan shalat tidak hanya dalam shalat, tetapi juga di luar shalat, lebih-lebih ditambah dengan bacaan-bacaan dzikir, sehingga penghayatan akan kehadiran Tuhan senantiasa terpelihara dalam setiap langkah kehidupannya. Di sini jugalah salah satu hikmah mengapa shalat waktunya berbeda-beda; dimulai dari dini hari (Shubuh), diteruskan ke siang hari (Dzuhur), kemudian sore hari (Asar), lalu sesaat setelah matahari terbeam (Maghrib), dan akhirnya di malam hari (Isya’). Hal ini agar terus terjadi proses pengingatan dan penghayatan kehadiran Tuhan, sehingga shalat dapat berfungsi sebagai pencegah dari melakukan perbuatan keji dan munkar, yang pada akhirnya tercipta kesejahteraan dan kedamaian antar sesama manusia ( Nurfitri, 2010 ).

B.       PESAN MORAL IBADAH PUASA
Hawa nafsumu adalah segala induk berhala, kata Jalaluddin Rumi. Puasa mengajak Anda menghancurkan berhala hawa nafsu ini. Puasa menyuruh Anda memperhatikan apa yang Anda makan. Jangan Anda makan sembarang makanan. Jangan makan dari uang yang berasal harta haram hasil dari tipu-tipu dan korupsi. Jangan jadikan perut Anda kuburan orang-orang miskin. Jangan biarkan dahaga Anda meraup keuntungan dengan cara menyengsarakan rakyat. Kekang keinginan Anda menindas orang lain. Puasa mengingatkan Anda untuk berhati-hati dengan apa yang Anda makan dan dari mana muasal uang yang Anda belanjakan itu.  Puasa mengundang Anda agar dapat mengendalikan diri. Suatu ketika Rasulullah dilaporkan bahwa ada seorang perempuan yang selalu puasa di siang hari dan salat tahajud ketika malam, tapi ia sering menyakiti hati tetangganya. Rasul mengatakan bahwa tempat perempuan itu di neraka. Puasa tidak mempunyai arti apapun bagi perempuan itu, karena ia tidak menangkap pesan moral ibadah puasa: kendalikan dirimu! Puasa harus dapat mengendalikan apa yang keluar dari mulut Anda. Membicarakan keburukan orang lain, mengadu domba, memberikan sumpah palsu dan berbohong adalah prilaku yang membatalkan puasa. Kata-kata yang keluar dari mereka yang berpuasa adalah kata-kata bijak dan bermanfaat ( Utriza, 2010).
Secara sosial, puasa mendorong agar berfikir bahwa manusia di hadapan Allah adalah sama. Lihatlah waktu sahur dan berbuka! Tidak ada seorang pun yang bisa mengundurkan waktu sahur dan memajukan saat berbuka. Semua orang bersahur dan berbuka pada saat yang bersamaan. Tidak ada potongan waktu untuk Presiden misalnya, atau penambahan waktu puasa bagi rakyat jelata. Puasa mengembalikan citra diri sejati manusia bahwa mereka adalah sama di muka Tuhan ( Utriza, 2010).
Puasa menyuruh kita mengasihi orang miskin. Suatu ketika Nabi Musa meminta agar dapat bertemu dengan Allah. Allah menjawab “Jika kau ingin menjumpaiku, Aku berada di tengah orang-orang yang hancur hatinya, orang yang lemah, dan orang-orang miskin.” Puasa mengharuskan kita memperhatikan orang-orang tersebut. Anda akan menjumpai Allah di tengah korban semburan lumpur panas Lapindo, korban bencana alam banjir, longsor, gempa dan tsunami. Jika puasa tidak mengetuk hati Anda terhadap para korban itu, maka puasa Anda tidak memiliki nilai apapun; apalagi mereka yang mengakibatkan terjadinya bencana ( Utriza, 2010 ).
Puasa juga berarti menghadirkan Tuhan dalam diri kita. Kita tidak akan makan dan minum, walaupun haus dan lapar dan di tempat yang tak seorang pun melihat, karena kita tahu bahwa Allah mengawasi semua prilaku kita. Dengan kesadaran bahwa Allah selalu mengawasi kita, maka tujuan yang ingin dicapai dari puasa yaitu ketakwaan akan tercapai. Hasan al-Bashri menggambarkan seorang yang memiliki ketakwaan yang sebenar-benarnya adalah, antara lain: semakin berkuasa, semakin bijak dan tidak mengambil yang bukan haknya dan tidak menahan hak orang lain. Mereka yang berkuasa, tapi tidak memperhatikan rakyat miskin, puasa mereka tidak mempunyai arti apa-apa ( Utriza, 2010 ).
Puasa, kata Nabi, adalah benteng, seperti benteng peperangan. Dengan puasa, kita harus dapat membentengi diri kita dari nafsu pribadi yang menyengsarakan banyak orang. Puasa mengajak Anda mengekang nafsu politik Anda. Kendalikan syahwat politik Anda. Puasalah dari berpikir tentang Pemilu 2009. Tahan gejolak dalam diri Anda untuk kembali berkuasa. Perbuatlah dan kerjakan sebaik mungkin di saat Anda sedang diberi amanah memimpin. Perhatikan orang miskin. Berikan kesejahteraan kepada rakyat. Berantas pengangguran dengan menciptakan lapangan kerja. Ketakwaan harus mewujud dalam praktik kehidupan sehari-hari. Inilah pesan moral puasa ( Utriza, 2010 ).

C.     PESAN MORAL IBADAH ZAKAT
Zakat adalah ibadah dalam bidang harta yang mengandung hikmah dan manfaat yang demikian besar dan mulia, baik yang berkaitan dengan orang yang berzakat (muzakki), penerimanya (mustahik), harta yang dikeluarkan zakatnya, maupun bagi masyarakat keseluruhan. (Abdurahman Qadir, Zakat Dalam Dimensi Mahdhah dan Sosial, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1998, hlm. 82) Hikmah dan manfaat tersebut antara lain tersimpul sebagai berikut. 
Pertama, sebagai perwujudan keimanan kepada Allah SWT, mensyukuri nikmat-Nya, menumbuhkan akhlak mulia dengan rasa kemanusiaan yang tinggi, menghilangkan sifat kikir, rakus dan materialistis, menumbuhkan ketenangan hidup, sekaligus membersihkan dan mengembangkan harta yang dimiliki. Hal ini sejalan dengan firman Allah SWT dalam surah at-Taubah: 103 dan surah ar-Ruum: 39.  Dengan bersyukur, harta dan nikmat yang dimiliki akan semakin bertambah dan berkembang.
Kedua, karena zakat merupakan hak mustahik, maka zakat berfungsi untuk menolong, membantu dan membina mereka terutama fakir miskin, ke arah kehidupan yang lebih baik dan lebih sejahtera, sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dengan layak, dapat beribadah kepada Allah SWT, terhindar dari bahaya kekufuran, sekaligus menghilangkan sifat iri, dengki dan hasad yang mungkin timbul dari kalangan mereka, ketika mereka melihat orang kaya yang memiliki harta cukup banyak.  Zakat sesungguhnya bukanlah sekedar memenuhi kebutuhan para mustahik, terutama fakir miskin, yang bersifat konsumtif dalam waktu sesaat, akan tetapi memberikan kecukupan dan kesejahteraan kepada mereka, dengan cara menghilangkan ataupun memperkecil penyebab kehidupan mereka menjadi miskin dan menderita. (Lihat berbagai pendapat ulama dalam Yusuf al-Qaradhawi, Fikih Zakat, op. cit, hlm. 564) Kebakhilan dan ketidakmauan berzakat, disamping akan menimbulkan sifat hasad dan dengki dari orang-orang yang miskin dan menderita, juga akan mengundang azab Allah SWT. Firman Allah dalam surah An-Nisaa’:37 ( Qorin, 2006 ).
Ketiga, sebagai pilar amal bersama (jama’i) antara orang-orang kaya yang berkecukupan hidupnya dan para mujahid yang seluruh waktunya digunakan untuk berjihad di jalan Allah, yang karena kesibukannya tersebut, ia tidak memiliki waktu dan kesempatan untuk berusaha dan berikhtiar bagi kepentingan nafkah diri dan keluarganya ( Qorin, 2006 ).
Allah berfirman dalam al_Baqarah: 273. Di samping sebagai pilar amal bersama, zakat juga merupakan salah satu bentuk konkret dari jaminan sosial yang disyariatkan oleh ajaran Islam. Melalui syariat zakat, kehidupan orang-orang fakir, miskin dan orang-orang menderita lainnya, akan terperhatikan dengan baik. Zakat merupakan salah satu bentuk pengejawantahan perintah Allah SWT untuk senantiasa melakukan tolong-menolong dalam kebaikan dan takwa, sebagaimana firman Allah SWT dalam surah al-Maa’idah: 2. 

D.     PESAN MORAL IBADAH HAJI
Salah satu bukti yang jelas tentang keterkaitan ibadah haji dengan nilai-nilai kemanusiaan adalah isi khutbah Nabi Muhammad pada haji wada’ (haji perpisahan) yang intinya menekankan persamaan, keharusan memelihara jiwa, harta dan kehormatan orang lain, dan larangan melakukan penindasan atau pemerasan terhadap kaum lemah baik di bidang ekonomi maupun fisik.
Pengamalan Nilai-nilai Kemanusiaan Universal
Kemanusiaan menjadikan makhluk ini memiliki moral serta berkemampuan memimpin makhluk-makhluk lain mencapai tujuan penciptaan. Kemanusiaan mengantarnya sadar bahwa ia adalah makhluk sosial yang tak dapat hidup sendirian dan harus bertenggang rasa dalam berinteraksi.
Makna-makna tersebut dipraktikkan dalam pelaksanaan haji, dalam acara-acara ritual seperti thawaf, sa’i, atau dalam tuntunan non ritualnya, dalam bentuk kewajiban atau larangan, dalam bentuk nyata atau simbolik dan kesemuanya pada akhirnya mengantar jemaah haji hidup dengan pengamalan dan pengalaman kemanusiaan .Salah satu dari kesekian simbol sarat makna tersebut adalah Ka’bah. Ka’bah mengandung pelajaran yang amat berharga dari segi kemanusiaan. Di sana, ada Hijr Ismail yang arti harfiahnya pangkuan Ismail. Di sanalah Ismail putra Ibrahim pernah berada dalam pangkuan Ibunya yang bernama Hajar, seorang wanita hitam, miskin bahkan budak, yang konon kuburannya pun di tempat itu, namun demikian budak wanita ini ditempatkan Tuhan di sana atau peninggalannya diabadikan Tuhan, untuk menjadi pelajaran bahwa Tuhan memberi kedudukan untuk seseorang bukan karena keturunan atau status sosialnya, tapi karena kedekatannya kepada Tuhan dan usahanya untuk menjadi hajar atau berhijrah dari kejahatan menuju kebaikan, dari keterbelakangan menuju peradaban ( Hernowo, 2010)



F. PESAN MORAL IBADAH QURBAN
Di balik kisah kurban Nabi Ibrahim tersebut, tersirat pesan moral yang amat dalam tentang nilai kemanusiaan dalam perspektif agama. Tuhan Maha- Pencipta yang maha-berkuasa menghidupkan dan mematikan makhluk-Nya itu, tidak mau menjadikan manusia sebagai objek kurban, meski waktu itu Ismail rela  diakhiri. .
        Pesan moral dalam kisah kurban Nabi Ibrahim dan Ismail itu sangat paradoks dengan realita yang kita saksikan dalam dunia modern kini. Erosi kemanusiaan telah menggiring sebagian umat manusia pada kehidupan individualisme, materialisme, dan vandalisme yang membabi buta, sehingga jiwa, darah, dan kehormatan, sesama manusia pun seolah tidak berharga lagi.
        Dalam contoh yang ekstrem, kini kita lihat begitu mudahnya orang melenyapkan nyawa orang lain karena sebab yang hanya sepele. Mereka membakar hidup-hidup, memusnahkan tempat kediaman, dan menganiaya orang lain, sehingga korban berjatuhan tiada terbilang lagi jumlahnya.
             Padahal orang berbuat salah, menurut agama dan hukum, tidak boleh diperlakukan semena-mena dengan tindakan main hakim sendiri apa pun alasannya. Di manakah perasaan kemanusiaan mereka yang tega menghabisIsesamanya?
        Nabi Muhammad saw berkata, ''Hancurnya bumi ini beserta isinya merupakan perkara kecil, bagi Allah, dibanding tertumpahnya setetes darah manusia tanpa jalan hak. Sejarah mengabadikan betapa tingginya penghargaan terhadap harkat dan martabat kemanusiaan atau hak asasi manusia dalam dustur negara Islam tempo doeloe, seperti tecermin dalam riwayat Khalifah Umar bin Khatab, bahwa beliau pernah memarahi putra Gubernur Mesir, Amar bin Ash, ketika mendapat laporan bahwa anak gubernur memukul, bukan membunuh, teman bermainnya. Anak rakyat biasa. "Mengapa engkau memperlakukan anak manusia seperti budak?
Padahal ibunya melahirkan mereka sebagai manusia merdeka".( Miftah, 2008 ).




 BAB III
PENUTUP                                     
A.KESIMPULAN
1. Kita sebagai umat muslim harus menjalankan  kewajiban beribah kita  
2. Untuk mendapatkan berkah dari ibadah kita pesan-pesan moral dalam setiap ibadah yang kita kerjakan harus kita resapi manfaatnya.
3. Apabila dilandasi dengan rasa ikhlas maka setiap ibdah kita akan mendapatkan berkah serta pahala yang agung.
B. SARAN
1. Mengingat Pentingnya ilmu agama maka perlu kita pelajari dan ketahui sebanyak-banyaknya agar pesan moral dari ilmu tersebut tersampaikan
2. Hendaknya di sekolah- sekolah perlu mendapatkan tambahan pelajaran agama.
















DAFTAR PUSTAKA
Utriza, 2010.’’ Pesan- Pesan Moral Ibadah.’’
            http// www.islamic centre.go.id/pesan_pesan_badah_moral_artikel.
            ( Diakses pada tanggal 15 November 2010 )
Nurfitri, 2010.’’ Pesan Moral Ibadah.’’
            http// www.muslimah.blogspot.com// ibadah_pesan_moral.html
            ( Diakses pada tanggal 15 November 2010 )
Herwono.2010.” Terapi Hati .’’
            http// muslimsejati.go.id// pesan_moral.html
            ( Diakses pada tanggal 15 November 2010)
Miftah, 2008.’’ Lentera Jiwa ‘’
            http// www. Imandantaqwa.com//ibadah_artikel
            ( Diakses pada tanggal 15 November 2010 )

0 Responses to "akhlak dalam islam":